Friday, April 26

Legenda Saidah dan Saeni hingga Penyapu Koin di Jembatan Sewo Indramayu

Carta ikhlas berpanas-panasan duduk di sejauh Jembatan Sewo Dusun Sukra Kabupaten Indramayu. Ia ialah salah seorang penyapu koin di Jembatan Sewo.

Ia bersama rekanan yang lain menanti pengendara yang lewat Jembatan Sewo. Bila pengendara lewat serta melempar uang, langsung Carta serta rekanan lainnya berebutan ambil uang itu memakai sapu lidi.

“Telah sekian tahun kami di sini serta dapat disebutkan jadi salah satunya sumber pencarian ,” kata Carta, Selasa (10/11/2020).

Beberapa penyapu koin itu bahkan juga memandang aktivitas mereka selaku sisi dari adat. Dari info yang didapatkan, adat penyapu koin Jembatan Sewo itu telah lama dikerjakan.

Tetapi, ada satu kejadian memikat dibalik tindakan penyapu koin ini. Bahkan juga, kental disambungkan dengan peristiwa mistik. Carta menerangkan tindakan penyapu koin itu bermula dari narasi legenda Saedah serta Saeni.

“Saedah serta Saeni itu kakak beradik mereka berdua hidup dalam garis kemiskinan,” katanya.

Buat penuhi tuntutan hidup, ke-2 kakak beradik itu mengemis di Jembatan Sewo Indramayu. Sampai pada akhirnya, mereka wafat di seputar jembatan itu.

Bahkan juga, kata Carta, warga Pantura yakin jika arwah dari kakak beradik itu masih menjadi legenda di bawah Jembatan Sewo.

Pada umumnya, cerita Saidah serta Saeni versus Jembatan Sewo ialah yang paling diketahui oleh warga di pesisir utara Jawa Barat, dimulai dari Cirebon sampai beberapa daerah Karawang.

“Sebab cerita berikut selanjutnya ada ritus lempar uang. Lempar uang untuk memberikan saweran ke Saidah serta Saeni,” tutur ia.

Kecuali mengemis, Saidah serta Saeni aktif dalam pertunjukan seni tari Ronggeng. Di mana Saidah selaku pemukul gendang, serta Saeni penarinya.

Mereka terus tampilkan kesenian tradisionil ini di tepi jalan di seputar Jembatan Sewo Indramayu. Bahkan juga, mitologi Jembatan Sewo ini makin kental ketika sempat berlangsung kecelakaan ironis.

Kecelakaan yang menerpa salah satunya kelompok bis yang akan bawa transmigran asal Boyolali, pada 11 Maret 1974 kemarin. Kelompok transmigran itu akan ke arah Sumatera Selatan.

Tetapi, salah satunya bis yang bawa kelompok itu terpeleset, selanjutnya masuk di sungai serta terbakar di kali Sewo Dusun Sukra Kabupaten Indramayu.

Bencana itu berlangsung pada jam 04.30 pagi hari. Sekitar 67 orang yang terbagi dalam orang dewasa serta beberapa anak meninggal karena peristiwa itu.

Antara kelompok yang alami bencana, cuman tiga beberapa anak saja yang selamat. Seluruh korban yang meninggal disemayamkan di dekat penyemayaman umum yang berada di dekat posisi peristiwa.

Sejak peristiwa itu, banyak beberapa pengendara yang melempar koin saat melalui jembatan itu. Maksudnya supaya dikasih keselamatan sepanjang perjalanan melewati Lajur Pantura dari masalah makhluk lembut.

Tidak terang kapan ritus lempar koin ini mulai ada. Tetapi, sejumlah besar warga yakini bila adat ini telah ada semenjak jaman Belanda.

Warga juga yakini jika yang minta atau sapu koin di seputar jembatan ini diantaranya ialah jelmaan makhluk lembut penghuni Jembatan Sewo.

“Karena itu yang melalui sini pada melempar koin. Contoh dari Jakarta ingin ke Surabaya, mereka tentu lempar koin, untuk meminta ditolong dalam perjalanannya, supaya tidak mengantuk, dan sebagainya,” papar Carta.

Sampai sekarang, adat melempar koin oleh beberapa pengendara menjadi adat. Bahkan juga, yang dilempar tidak cuma uang koin saja.

Kadang mereka melempar lebih dari 1 koin, bahkan juga uang kertas dengan pecahan yang besar. Sapu koin juga sekarang telah jadi selaku mata pencarian khusus untuk warga di situ.

Bahkan juga, ada yang telah beberapa puluh tahun terjun selaku ‘penyapu koin’ di Jembatan Sewo. Ini karena pendapatannya yang menarik, meskipun harus melakukan aktivitas di bawah panas matahari.

Carta sendiri dapat memperoleh uang seputar Rp50 ribu di hari-hari biasa. Berlainan bila telah masuk peristiwa lebaran, ia serta beberapa penyapu koin yang lain dapat mengantongi pendapatan sampai beberapa ratus ribu sampai juta-an rupiah cuman dalam sehari saja.

“Jika lebaran itu paling kecilnya bisa Rp150 ribu,” papar Carta.

Beberapa ratus rumah masyarakat di teritori pantai utara terserang banjir rob

error: Content is protected !!